Hari ke-6 & 7 (6-7 Oktober 2013): Desa Ranupani – Taman Nasional Baluran.
“Woahhhhh, berenti bentar dong. Mau fotoooo!” Rizky, si pengemudi mobil nomor 7 yang penumpangnya adalah blogger semua (saya, Mumun, dan Bambang) sepertinya sudah mulai terbiasa dengan permintaan itu. Sebagai mobil yang posisinya paling belakang, kami punya privilege untuk berhenti dan memotret tanpa perlu takut menghalangi mobil lain. Mumun dan Bambang sudah pernah ke Baluran, namun antusiasme mereka tidak kalah dengan saya yang baru pertama kali mengunjungi savana terluas di Pulau Jawa ini. Rasanya ingin memotret semua pohon-pohon keringnya, oh i love twigs!
Selepas berdingin-dingin ria di kaki Gunung Semeru, saya dan tim Terios 7 Wonders menuju destinasi Hidden Paradise ke-4 yang panasnya bisa mencapai 35-38 derajat celcius. Kali ini, si putih bisa istirahat sebentar karena meskipun jalan menuju Baluran adalah campuran jalan aspal, trail, dan bebatuan kerikil, jalannya cenderung rata dan tidak banyak tanjakan atau turunan.
Bertolak belakang dengan Desa Ranupani yang menyuguhkan hamparan permadani hijau, jalan masuk menuju Taman Nasional Baluran dipenuhi dengan pepohonan yang sudah meranggas dan hanya menyisakan ranting-ranting seperti baru terbakar. Yang ada hanya warna coklat dan kuning di sepanjang kanan kiri jalan. Saking kering dan rentannya terhadap api, Mumun yang sudah tiga kali ke sini dan Om Toni (team leader) selalu mengingatkan kepada semua peserta agar tidak membuang puntung rokok sembarangan karena bisa memicu kebakaran.
“Coba puntung rokoknya jangan dibuang sembarangan, silahkan ditelan sendiri, gitu ganti.” kata Mumun via HT dan langsung dijawab “Siap, nek.” oleh penumpang di mobil lain. By the way, since we’re the only women in the team, they called us nenek-nenek. Haha resek euy 22 kakek-kakek itu.
Anyway, kita kuliah dikit ya biar pinter. Taman Nasional Baluran terletak di Banyuputih, Situbondo, tepat di timur Pulau Jawa dan mudah sekali ditemukan karena terletak di pinggir jalan raya menuju Banyuwangi. Savana yang luasnya 250 km persegi ini merupakan habitat bagi satwa-satwa liar dan tumbuhan-tumbuhan yang mampu beradaptasi dengan iklim kering. Binatang yang hidup di sini antara lain kerbau, kijang, banteng, rusa, monyet, kancil, dan kalau kamu beruntung, kamu bisa melihat burung Merak. Seru ya!
Karena hari sudah gelap ketika sampai di Baluran, saya dan teman-teman lain hanya bisa melihat kilatan-kilatan mata rusa dan kerbau dari kejauhan ketika Pak Indra, salah satu guide mengajak kami untuk safari malam di Savana Bekol.
“Kapan savananya berubah jadi hijau Pak?” Karena tidak nyaman berjalan dalam gelap, saya memilih berkonsentrasi dengan cerita Pak Indra.
“April sampai Oktober itu masih musim kemarau di sini. Sisanya baru bisa hijau, terutama bulan Desember-Januari.” Menurut Pak Indra, padang rumput yang hijau sudah jarang bisa ditemukan di Baluran, pohon-pohon meranggas karena panas yang berkepanjangan. Sebagai gantinya, semak belukar, bunga kapasan, dan pohon-pohon akasia tumbuh memenuhi Savana Bekol.
Pak Indra juga menambahkan, selain kebakaran, hal yang rawan terjadi adalah perburuan satwa. Para pemburu biasanya masuk dari perbatasan-perbatasan tanpa izin. Tetapi pemburu-pemburu itu berhasil ditangkap karena petugas selalu melakukan patroli.
Menurut Mumun, partner blogger wanita saya selama empat belas hari, kampusnya (ITB) sudah berlangganan ke Taman Nasional Baluran untuk kerja lapangan para mahasiswanya. “Baluran itu surganya mahasiswa Biologi. Dulu kita sering penelitian di sini, mulai dari merhatiin binatang-binatangnya sampe neliti tanahnya. Asik banget bisa liat merak langsung di alam bebas.”
Meskipun kondisinya sangat minim dan menurut saya agak tidak terurus, sarana dan prasarana yang ada di Africa van Java ini sudah termasuk lengkap. Ada pusat informasi, wisma penginapan, camping ground, mushola, toilet umum, jalan menuju hutan mangrove, menara pandang untuk melihat savana dari atas, dan pesanggrahan untuk sekedar duduk melihat sunrise/sunset.

Pesanggrahan Bekol. Tempat kami menginap ini didatangi banyak monyet ketika pagi hari. Jangan dikasih makan ya supaya mereka nggak ganas kaya monyet-monyet di Uluwatu.
“Baru kali ini gue ngetrip dan lebih banyak liat sunset daripada sunrise. Jam segini mah biasanya masih tidur.” Kata-kata saya langsung disetujui oleh Mumun. We are sunset chasers. Kalau lagi ngetrip, palingan kita baru bangun jam delapan atau sembilan pagi. Kalau di trip ini kondisinya terbalik, kita gagal dapet sunset karena selalu tiba di destinasi menjelang maghrib atau ketika langit sudah gelap.
Karena terletak di area perbatasan waktu WIB dan WITA, langit sudah berubah menjadi terang sekali sejak pukul lima pagi. Tidak mau ketinggalan golden moment, saya dan teman-teman lainnya segera keluar dari wisma dan membawa peralatan perang masing-masing: blogger dan media dengan kamera fotonya, kameramen dengan kamera videonya, driver dengan mobilnya, dan team leader dan production head dengan HTnya.
“Ayo cepet cepet, semua mobil merapat, jangan terlalu jauh sama mobil depannya. Kita muterin savananyanya buat ambil gambar. Ayo cepet, keburu mataharinya naik.” Sambil menulis ini, saya rindu suara Om Endi, ia adalah kepala produksi syuting yang suaranya selalu muncul di HT ketika proses pengambilan gambar. Semangatnya menular, membuat teman-teman yang mengantuk jadi bangun lagi. I miss the rush that morning. Tujuh mobil Terios beriringan di padang rumput kuning kecoklatan dengan latar belakang matahari terbit dan siluet ranting-ranting pohon. Dengan kecepatan tinggi, semua mobil membuat debu dari tanah berterbangan, menambah pemandangan pagi itu menjadi lebih dramatis, seperti sedang melihat acara Nat Geo Adventure di TV. Keren bangettt!
Sayang, waktu kami sangat terbatas. Taman Nasional Baluran juga mempunyai pantai yang koralnya cantik, namanya Pantai Bama. Di sana, kamu bisa snorkeling dan menemukan clown fish, itu lho ikan yang ada di film Finding Nemo. Kalau kamu malas membawa atau tidak punya peralatan snorkeling, mereka juga menyediakan dengan biaya sewa Rp. 35.000.
Ready to explore Africa van Java? Jangan lupa buang sampah, terutama puntung rokok di tempat sampah ya! 😉
Info seputar Taman Nasional Baluran:
– Harga tiket: Rp 2.000/orang dan Rp 6.000/mobil.
– Ada banyak penginapan yang bisa kamu booking lebih dulu jika ingin memastikan kamarnya tidak penuh. Ada Pesanggrahan Bekol, Wisma Kapidada di dekat Pantai Bama, dan ada tiga wisma lainnya. Detail dan info bookingnya nya bisa kamu lihat di website resmi mereka.
Kapan ya bisa kesini.. *ngarep* :’)
pas pulang kampung, sekalian mampir..
dari dulu pengen ke Baluran tapi belom kesampean, gegara baca blog ini langsung pengen bikin itinerary kesana, as soon as possible 😀
kalo bisa barengan, sama anak-anak yuk nes!
ayoook!
ayooooo!! bikin tripnya cay! hahahaha
bisa kali nes gw di ajak, masuk genk lo jg mau. ada ospeknya juga gpp, cius dah!
asliiiik, kalo kesini gw ikutan yaaaak!
pengen banget bikin trip ke sini ramean!
Pingback: #Terios7Wonders Jatuh Cinta dengan Pelabuhan Ketapang dan Gilimanuk | lucianancy.com
dan disini kenangan si uci tertinggal …. #halah….
nggak tertinggal kok mas, kan dibawa terus 😛
hahaha,,,sy suka ketawa sendiri kalo baca koment antar para blogger terios hihihi….
maklum mbak, ada wartawan infotainment nyelip nih. Haha..
Buat yang doyan moto landscape tempat ini cakep bener deh emang, dramatis kalo savananya tetep kering kynya hehe. Itu foto si putih di savana bekol berjejeran oke ci
Pengen ke sini lagii! Yuk lagi bareng genk kemarin mas!
Horeee udah ke sini kemarin tapi sayang ga bisa lama-lama karena rempongnya temen serombongan dari Jakarta yang gaya naujubile. Pokoknya kapan hari harus ke sini lagi dengan tim santai ala sempu kamarin. Beruntungnya aku liat burung merak kak, sayangnya rombongan rusa dan lutung ga dapat sebanyak yang kamu lihat. cuma seekor rusa doang. ah, ini tempat ternyaman buat escape! 🙂
Main ke pantainya ndak Sa?
Iya nih kurang pagi bangunnya, pagi2 suka ada merak soalnya..
aku ketemu merak dong..
Taman nasional Baluran.been there 😀 . tamannya ok, pas ke sana sempat liat banteng, kerbau, monyet, kijang dan merak 😀 . Denger2 di sekitar evergreen masih ada macan sih.. Sempat ke pantai Bama juga. Nginap di Bekol juga. yuk ke sini lagi ato taman nasional lain (nyari temen) 🙂 )
Maret kemaren untungnya kesampean ke Baluran setelah pas pertama kali datengnya kemaleman, pas perjalanan balik dari Bali mampir lagi dan pas banget deh waktunya.. jadi poto-poto bisa berasa Afrikanya..
Pengen juga ke Baluran lagi walaupun sekarang di sini banyak juga tempat yg mirip-mirip Afrika 😀
Hik..hik.. teringat masa SMA 1986 di Banyuwangi. Baluran seperti rumah sendiri karena sebagai pramuka saka wanabakti, baluran merupakan basecamp tempat latihan. Jadi ingat Bpk Saleh Kepala PPA..
terimakasih sudah mampir ya mas, jangan lupa ikutan kuis terios 7 wondersnya 😀
Taman Nasional ini menjadi Taman Nasional pertama yang diresmikan di Indonesia, dan juga sudah diresmikan sebagai salah satu Warisan Dunia yang dilindungi oleh UNESCO pada tahun 1991 , karena wilayahnya mencakupi hutan lindung yang sangat luas. Sampai saat ini kurang lebih 50 sampai dengan 60 badak hidup di habitat ini.
Uci, pinjem foto Balurannya ya 😀
Walaupun Baluran termasuk deket dari sini, tapi sampe skrg blm pernah nginjekin kaki ke Baluran 😦
silahkan. 😉 wah kamu memangnya tinggal dimana?
Tuban, Jawa Timur 😀
Pingback: [Terios 7 Wonders] Tiga Misi Dalam Tujuh Destinasi | My Pensieve
waaaah keren
rencana bulan februari tanggal 18 malem jalan kesana.,,
tapi naik angkutan umum
kurang 2 orang lagi nih
baru cewek” semua
Fotografernya sapa sih, bisa banget jepret keren gtu 😀 wah,…