Setelah saya kuliah di bidang broadcasting dan bekerja di salah satu televisi swasta lokal, saya jadi enggan menonton tv. Bukan karena apa-apa, tapi sedang tak mau saja ada banyak racun di otak saya. Takut juga tersihir dengan acara-acaranya.
Yah, paling hanya hari sabtu/minggu, itu juga hanya menyentuh channel-channel tertentu yang konten programnya berbobot atau yang paling menjadi favorit saya, menonton film.
*Indikator program berbobot itu apa ya sebenarnya? Yah setidaknya tontonan yang bisa nambah pengetahuan setelah saya menontonya.
Belakangan ini, saya mencoba bersahabat lagi dengan kotak ajaib itu.
Hebat ya orang Indonesia..atau justru ironis?
Ada acara tangis-tangisan bersama, ada acara gosipin artis bersama, ada acara nyanyi-nyanyi dan teriak-teriak bersama, sampai sejumlah sinetron merajai seluruh program televisi dan bikin ibu-ibu kita lebih demen nangkring di depan tipi ketimbang nyiapin masakan buat si bapak.
Lho..saya kan kerja di stasiun TV juga, kenapa saya justru seenaknya mengkritik acara TV?
Untungnya saya tidak bekerja di stasiun TV yang memproduksi acara-acara yang saya sebutkan di atas tadi. Bukan masalah idealisme, tapi rasanya munafik saja jika saya mengkritik namun saya malah ikut mendukung acara-acara tersebut.
“Ya gimana dong, kalo nggak ngikutin trend dan selera masyarakat, siapa yang mau nonton acaranya? Idealis sih sah-sah aja, tapi mana ada duitnya!”
Kira-kira seperti itu perkataan yang muncul dari mulut orang-orang produksi TV yang punya duit buat bikin program. (Oh ya?? Ah masa!)
Susah ya kalau idealisme tv sudah beradu dengan uang dan selera masyarakat. Hasilnya? Jangan ditanya, bejibun program yang “aneh-aneh” bermunculan. Aneh menurut kacamata saya lho..
Terus gimana dong? Ya nggak gimana-mana. Pada dasarnya orang itu kan menonton TV untuk mencari hiburan. Cape-cape pulang dari sekolah, kampus, atau kantor kok ya disuruh nonton acara yang pake mikir?
Industri TV kita memang masih sangat tergantung dengan rating dan share, susah kalau ingin kembali ke jaman TVRI dulu. Bikin acara bagus pasti selalu ditonton, yah namanya juga cuma stasiun TV tunggal.
Akhirnya kita lagi-lagi bicara tentang pilihan. Nggak mungkin kan kita ngubah acara-acara yang udah ada? “Kecuali kita yang punya TV, eh stasiun TV maksudnya!”
Ya kalau mau nonton acara-acara yang bagus, konsisten aja dengan tontonan-tontonan itu. Jangan maki-maki acara TV yang nggak disuka tapi tetep ditonton.
Untungnya masih ada stasiun TV yang punya idealisme. Di tengah maraknya stasiun TV yang selalu kejar-kejaran angka rating, TV One, Metro TV, dan beberapa TV lokal masih setia mendampingi pemirsanya dengan acara-acara yang bermutu namun tetap dikemas secara santai dan menarik. Terimakasih lho..
Yah, semoga saja stasiun-stasiun TV lain bisa konsisten dengan program-program bermutunya. Sedikit juga nggak apa-apa, asal jangan sinetron melulu aja isinya. “Kasian si bapak dicuekin gara-gara si ibu mantengin tipi terus” 😉
pertamaxx…
hehe..
pokoknya harus ada sistem baru yg mengganti sistem rating buat menilai kualitas produksi stasiun tv.
tapi kan permintaan itu bisa dibikin ya. jadi jangan nonton biar ratingnya turun.
*termasuk orang yg desperate krn ibu saya termakan tipudaya mereka*
“Susah ya kalau idealisme tv sudah beradu dengan uang dan selera masyarakat. Hasilnya? Jangan ditanya, bejibun program yang “aneh-aneh” bermunculan. Aneh menurut kacamata saya lho..”
BENER BANGET tuh… semuanya aneh” menurut kacama saya juga. 😦